Perkembangan tekhnologi di muka bumi ini bergerak sangat cepat secara mengagumkan. Berbagai temuan tekhnologi bergantian mengganti tehnologi lama yang semakin usang. Demikian juga tekhnologi di bidang kedokteran, pergerakan cepat ini selalu terjadi setiap saat. Khususnya dalam hal diagnosis penyakit,tekhnologi yang berkembang sangat pesat.

Ilmu kedokteran yang bersendikan berbagai ilmu dasar di era supermodern ini seolah tak tertahankan supremasinya. Ilmu dasar seperti biologi, kimia dan fisika serta matematika menjadi “tuan besar” melalui cerobong ilmu kedokteran atau tepatnya ilmu biomedik. Sebagaimana “kedigdayaan” ilmu pengetahuan alam yang bertetangga dengan ilmu pasti, melalui “tuan besar” tadi kedokteran muncul sebagai ilmu penentu masa depan. Kedokteran menjadi peramal. Prediktif. Apalagi setelah dikemas dalam bentuk teknologi. Ini rumusan “kesombongan” segenap ilmuwan di jagad raya ini, khususnya yang pengikut sekularisme. Ilmu menjadi bebas nilai.
Ketika para ilmuwan medik telah piawai dengan teknologi pemotongan gen, penggantian struktur di dalamnya melalui teknologi nano, lalu menggantinya dengan gen yang lain (memindahkan inti sel), maka sosok manusia dan segenap mahluk hidup di jagad raya ini tinggal menjadi “hilir” belaka. Kehidupan berpindah di sebelah “hulu”, yakni dalam bentuk interaksi gen-gen. Jauh dari kasat mata. Informasi genetik yang terbungkus dalam genom atau proteomic menjadi daerah perburuan usaha baru.
Sekaligus peta-peta genetik tadi menimbulkan kehingar-bingaran kompetisi para ilmuwan biomedik dalam suatu kreativitas seolah tanpa batas. Namun mereka sering lengah, akibat keketatan persaingan untuk menemukan yang serba baru dari kotak-katik info genetik tersebut. Lengah bahwa teknologi nanogenetik manusia senantiasa dikritisi oleh  seberapa jauh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut mampu menjawab persoalan etika, hukum dan implikasi sosialnya.
Peta genetik manusia yang sebentar lagi akan tuntas diperoleh melalui human genome project karena letaknya di “hulu” akan terus dibombardir oleh kritik sejak tujuan dan cara melakukan risetnya. Pertanyaan etis akan terus muncul kepada diri ilmuwan, institusi kerjanya serta negara pelindung atau penggeraknya. “Apa maslahat diperlukannya perlindungan manusia dari ekses terkompilasinya peta genetik komplit itu

Information Technology (IT) memainkan peranan penting dalam perkembangan tekhnologi diagnosis kedokteran di masa depan.

Bioinformatika

Bioinformatika Kedokteran ditopang oleh dua ilmu dasar, yaitu Biosensor dan Bioinformatika. Biosensor adalah ilmu untuk mendeteksi perubahan kuantitatif dan kualitatif dari suatu sampel biokimia. Bioinformatika adalah ilmu gabungan antara Biologi Molekular dan IT.

Biosensor merupakan suatu alat instrumen elektronik, yang bekerja untuk mendeteksi sampel biokimia. Contoh paling sederhana dari aplikasi biosensor adalah alat uji diabetes. Saat ini kit uji diabetes telah dijual bebas di apotik-apotik.

Prinsip uji diabetes adalah mempergunakan enzim untuk mendeteksi kelebihan kadar glukosa dalam darah. Enzim tersebut ditautkan kepada suatu sistim elektronik, sehingga kelebihan gula darah bisa dideteksi secara kuantitatif. Detektor tersebut mendeteksi perubahan elektronik, yang diinduksi oleh reaksi biokimiawi yang dikatalisis oleh enzim.

Bionformatika merupakan penggunaan IT untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan Biologi Molekular. Sepanjang sejarahnya, eksperimen biologi molekular telah mengumpulkan banyak sekali data ekspresi genetis. Dalam konteks kedokteran, data-data tersebut diambil dari sampel pasien.

Data dalam jumlah banyak tersebut, perlu diolah menjadi informasi yang berguna. Bioinformatika bertugas untuk mengolah data-data genetis tersebut, menjadi informasi yang berguna secara kedokteran, misalnya untuk keperluan diagnostik dan terapi terhadap penyakit.

Salah satu aplikasi konkrit dari bioinformatika adalah desain primer untuk mendeteksi keberadaan mikroba patogen, desain primer untuk mendeteksi kelainan genetis (uji genetis) dan desain vaksin untuk mencegah berbagai penyakit. Software yang digunakan pada umumnya bersifat open source, seperti Bioedit, Clustal, Deep-View, Pymol, dan Treeview32.

Penggunaan software tersebut tidak dipungut biaya, selama digunakan dalam lembaga akademik dan penelitian. Jurnal internasional Bioinformatika telah diterbitkan, contohnya Oxford Journal of Bioinformatics.

Kedua ilmu dasar tersebut akan menjadi penyangga utama informatika kedokteran biomedis, seperti yang akan dijelaskan selanjutnya.

Diagnosis  Biomedis Genetik

Di Amerika Serikat, uji genetis mulai menjadi populer. Dalam beberapa kasus ekstrim, jika seorang pasien didiagnosa akan menderita kanker payudara dalam beberapa tahun ke depan, maka sang pasien akan menyetujui tindakan medis untuk mengangkat payudara. Ini sebagai tindakan preventif sebelum kanker terjadi. Uji genetis juga dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit keturunan lainnya, seperti sindrom down, huntington, atau sicke cell.

Prinsip Uji genetis adalah kombinasi  ilmu biosensor dan bioinformatika. Bioinformatika bertugas untuk mencari kelainan genetis pada sekuens DNA atau protein yang umum ditemui pada pasien atau conserve region.

Software yang digunakan pada umumnya adalah Bioedit dan Clustal. Jika pola/pattern sudah ditemukan, maka pola tersebut akan dijadikan template untuk membentuk sistim biosensor genetis. Proses pencarian pola dimulai dengan penjajaran sekuens DNA pada editor teks, kemudian proses multiple sequence alignment di Clustal, dan pencarian conserve region di Bioedit. Semua dilakukan dengan aplikasi komputer.

Pembentukan instrumen biosensor tentu saja berbeda dengan biosensor konvensional, seperti pada sensor diabetes. Pada biosensor untuk uji genetis, yang ditautkan ke sistim elektronik bukanlah enzim, namun DNA template yang ditemukan secara komputasi. Sistim biosensor ini disebut juga sebagai DNA Biochips.

IT berperan sangat kuat dalam pencetakan DNA Biochips. Jika dalam praktik IT sehari-hari, kita menggunakan program pengolah kata, seperti Open Office atau Neo Office, dan kemudian dokumen hasil pengolahan tersebut di print, maka pencetakan DNA Biochips juga serupa. Ada aplikasi yang bertugas untuk mendesain model DNA biochips secara komputasi, dan ada printer khusus untuk mencetak DNA biochips.

Dokter akan menggunakan DNA biochips secara langsung untuk mendeteksi kelainan genetis pada pasien. Sampel darah diambil dari pasien secara langsung, dan ditorehkan pada DNA biochips. Lalu chips tersebut akan dimasukkan kedalam scanner yang terhubung dengan komputer, untuk mendeteksi kelainan genetis yang terjadi. Ada aplikasi yang bertugas untuk membaca DNA biochips yang telah tertoreh sampel darah. Jika conserve region dari DNA sampel sama dengan DNA template, maka bisa dipastikan terjadi kelainan genetis. Prinsip sederhana DNA biochips adalah seperti itu.

Di masa depan  kedokteran klinis juga ditopang secara penuh oleh berbagai perkembangan dunia IT, seperti open source, user friendly GUI, dan multi core processor. Bioinfomatika kedokteran akan semakin berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pasien secara langsung.

Masa depan Theranostic nanoagents

Kemampuan untuk menciptakan agen menggabungkan beberapa fungsionalitas, termasuk dimanfaatkan untuk penargetan, pencitraan dan terapi, merupakan salah satu keuntungan utama nanomedicine. Secara khusus, kombinasi diagnostik dan terapeutik moieties ke theranostic nanoagents Nanomaterials ini menganugerahkan atas kemampuan yang unik. Karena sebagian besar fleksibilitas bahan-bahan tersebut, serta aplikasi potensi mereka, minat dalam sintesis dan utilitas dengan cepat meningkat.

Theranostic nanopartikel mudah dapat disintesis diberi sifat modular pendekatan sintetis. Dari sudut pandang ini, penciptaan agen ini tampaknya perkembangan logis dari partikel yang dirancang semata-mata untuk pencitraan atau terapi, seperti teknik digunakan untuk sintesis mereka telah mapan. Juga, mengingat area permukaan besar  ratio nanopartikel, penargetan tambahan ligan, farmakokinetik pengubah atau fungsi lain dapat disertakan hampir ad libitum.

Dari sudut pandang klinis, theranostic Nanomaterials memiliki keuntungan yang sangat dahsyat, termasuk utilitas akhir mereka di simultan diagnosis dan pengobatan penyakit. Selain itu, mereka mengijinkan untuk mekanisme umpan balik dalam rangka untuk menentukan lokasi, lepaskan atau kemujaraban dari terapi memasukkan agen. Juga, kombinasi dari pencitraan dan terapi multimodal moieties memungkinkan pemeriksaan agen biodistribution.

Sejumlah penelitian telah diterbitkan tentang topik ini. Sebagai contoh, Nasongkla telah menggambarkan sintesis polimer peka pH-micelles mengandung oksida besi superparamagnetic nanopartikel dan doksorubisin, sebuah anthracycline digunakan dalam kemoterapi kanker, yang ditargetkan untuk αvβ3-integrin melalui RDG siklik moieties. Nanopartikel Magnetofluorescent oksida besi juga telah dimanfaatkan sebagai kendaraan untuk pengiriman sejumlah theranostic konstruksi, termasuk yang digunakan dalam terang-diaktifkan [2,3] dan siRNA berbasis terapi. Bergantian, Bhatia  telah meneliti sejumlah metodologi untuk pengiriman target siRNA menggunakan titik kuantum .

Meskipun antusiasme ini, nanopartikel theranostic juga menghadapi tantangan yang cukup besar. Salah satu dilema yang segera ditemui dalam perumusan nanoagents ini adalah kebutuhan untuk mendamaikan ketidaksesuaian antara dosis yang diperlukan untuk pencitraan dan terapi. Contoh yang paling ekstrim akan menjadi kasus radionuklida-berlabel theranostic nanopartikel. Sebagai perbandingan, dosis pencitraan 18F fluorodeoxyglucose adalah 0,5-1 μg / kg berat badan (dengan maksimum 9,3 μg / kg berat badan) [7], sedangkan doksorubisin dosis rata-rata adalah 2 mg / kg. Jika digabungkan dalam nanoscaffold yang sama, mungkin pasien tidak akan menerima dosis terapeutik doksorubisin pada dosis maksimum yang diperbolehkan 18F. Sebaliknya, theranostic nanoagents diformulasikan untuk MRI menggunakan gadolinium mungkin membutuhkan sampai 100 mg / kg gadolinium chelate (didasarkan atas dosis klinis Magnevist ®) dalam rangka untuk memastikan kontras memadai. Untuk mencegah toksisitas akut, pemuatan persentase dari entitas terapeutik dengan demikian akan harus menurun, sehingga mengurangi potensi masing-masing nanopartikel.

Perbedaan antara pencitraan dan terapi bagian nanoagents 

Penggunaan bahan-bahan yang secara intrinsik berlaku untuk kedua pencitraan dan terapi, seperti emas nanoshells dan nanorods, yang dapat dideteksi oleh tomografi koherensi optik, atau superparamagnetic nanopartikel besi oksida, yang berfungsi sebagai agen MRI yang sangat baik. Nanoagents ini juga menemukan utilitas dalam jaringan yang sakit thermoablation ketika disinari dengan bentuk yang tepat energi; dipanaskan di atas 46 ° C, proses-proses seluler normal jaringan berhenti, menyebabkan kematian sel [8,9]. Teknik ini akan, pada permukaannya, tampaknya sederhana. Namun, sangat sulit untuk memberikan dosis panas yang sesuai untuk jaringan target tanpa melibatkan jaringan sehat sekitarnya. Dengan demikian, nanoagents telah diselidiki dalam rangka untuk meningkatkan kekhususan dan kemanjuran metodologi ini.

Selain dari bahan yang secara intrinsik theranostic, seleksi yang hati-hati diagnostik dan terapeutik pasangan yang dibutuhkan. Hal ini memastikan bahwa dosis yang diperlukan untuk keuntungan terapeutik sesuai dengan apa yang dibutuhkan untuk memantau lokalisasi nanoagent . Kecanggihan nanoagents ini dapat lebih ditingkatkan dengan dimasukkannya afinitas ligan, seperti antibodi, peptida, atau bahkan aptamers molekul kecil. Hal ini menghasilkan target yang lebih tinggi-untuk-latar belakang dan penurunan rasio toksisitas sistemik. Penargetan dengan demikian bisa dimanfaatkan untuk memodulasi pemberian dosis yang diperlukan untuk keberhasilan. Salah satu strategi lebih lanjut melibatkan masuknya prodrugs atau terang-diaktifkan terapi, seperti photosensitizers. Metodologi ini memungkinkan penciptaan agen yang hanya aktif dalam kehadiran stimulus tertentu, seperti enzim atau cahaya tertentu, lebih meningkatkan spesifisitas.

Salah satu tantangan terakhir, yang sering terabaikan, adalah bahwa theranostic nanoagents hanya akan digunakan dalam situasi tertentu, karena tidak perlu untuk memberikan pencitraan agen setiap kali seorang pasien menerima terapi. Satu peringatan untuk pernyataan ini terletak pada utilitas probe yang sudah diaktifkan pada pengiriman dari agen terapeutik. Sebagai contoh, Bagalkot et al. menggambarkan sintesis-bifluorescence perpindahan energi resonansi membangun berdasarkan kuantum dot-aptamer konjugat . Ketika dimuat dengan doksorubisin, yang membangun adalah nonfluorescent. Setelah sasaran lokalisasi dalam sel, kemoterapi dilepaskan dan mendapatkan kembali penyelidikan yang fluoresensi, memungkinkan untuk memonitor pengiriman obat.

Therapeutic rezim melibatkan theranostic nanopartikel dapat dengan demikian melibatkan injeksi suatu multimodal nanoagent untuk intervensi awal, diikuti dengan penggunaan nanopartikel terapeutik yang ketat. Mungkin juga berpendapat bahwa pencitraan dan terapi terpisah berdasarkan partikel nanoplatform yang sama dapat secara simultan bersama-disuntikkan. Masalah utama dengan strategi ini adalah bahwa ia telah sebelumnya menunjukkan bahwa modifikasi kecil dari formulasi nanopartikel dapat sangat mempengaruhi biodistribution, sehingga colocalization di situs target tidak akan dijamin .

Sementara sejumlah besar theranostic nanoagents telah dideskripsikan menggunakan banyak dari strategi yang dibahas di atas, relatif sedikit telah diselidiki untuk in vivo keampuhan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya akses ke model hewan yang relevan atau kolaborasi yang kuat dengan orang lain dengan keahlian di bidang yang sesuai. Sayangnya, hal ini memperlambat penyebaran pengetahuan ke masyarakat yang lebih besar untuk nanomedicine jenis desain yang menunjukkan utilitas, yang mungkin selanjutnya mempengaruhi masa depan iterasi dari theranostic nanoagents. Hal ini juga menyebabkan kesenjangan antara aspek nanomaterial sintetis desain, dan potensi mereka utilitas in vivo.

Terlepas dari tantangan yang disajikan di atas, wajah theranostic nanoagents semakin besar hambatan peraturan. Hal ini disebabkan, sebagian, dengan kenyataan bahwa mereka terdiri dari banyak komponen yang berbeda, masing-masing yang harus ditunjukkan untuk menjadi bio-kompatibel. Secara khusus, nanoscaffolds dimanfaatkan perlu mengalami toksisitas dan bio-kompatibilitas luas pengujian, karena ada kekurangan data mengenai struktur-hubungan properti nanopartikel sehubungan dengan ukuran dan permukaan akhir mereka sifat dan interaksi di dalam lingkungan vivo.

Theranostic nanoagents memiliki potensi untuk lebih meningkatkan diagnosis dan pengobatan penyakit, karena mereka menyediakan penggabungan beberapa fungsionalitas, termasuk dimanfaatkan untuk penargetan, pencitraan dan terapi, dalam satu nanoscaffold. Namun, sejumlah pertanyaan yang harus dijawab sebelum lapangan dapat bergerak melampaui masa kanak-kanak, termasuk ketika nanoagents harus digunakan dan bagaimana pemberian dosis yang paling cocok dari komponen diagnostik dan terapeutik. Paling penting, ada kebutuhan untuk merumuskan ilmuwan nanopartikel persiapan untuk mendamaikan mereka metodologi sintetis dengan klinis utama utilitas dari nanoagents. Hal ini hanya dapat dicapai melalui pengembangan berbuah kolaborasi dengan para ilmuwan dan dokter di luar bidang yang mereka pilih. Mengingat tantangan-tantangan ini, bidang theranostics sedang berkembang pesat, dan, seperti anak kecil, pasti akan sejumlah benjol dan memar seperti menemukan jalan.